Judul film : Atambua 390 Celcius
Sutradara : Riri Riza
Penulis Naskah : Riri Riza
Produser : Mira Lesmana
Pemain : Gudiono Soares, Petrus Beyleto, Putri Moruk
Produksi : Miles Film Production (2012)
Kota Atambua, teletak di daerah Timor Barat, perbatasan antara Timor Leste dan Indonesia. Setelah keluarnya Referendum 1999, Timor Timur resmi berpisah dari NKRI dan berdiri sendiri sebagai Timor Leste. Berpisahnya kedua wilayah menyimpan cerita miris bagi masyarakat yang tinggal di sana, inilah yang dialami ayah-anak Ronaldo dan Joao.
Cerita film ‘Atambua 390 Celcius’ berpusat pada kehidupan Joao (Gudiono Soares) dan ayahnya, Ronaldo (Petrus Beyleto). Ronaldo seorang supir pemabuk yang gemar berjudi. Joao sendiri merasakan ketertarikan pada Nikia (Putri Moruk), gadis dari Timor Leste yang datang ke Atambua untuk berziarah ke kuburan kakeknya.
Konflik dalam film berawal dari kisah Ronaldo. Teman-teman Ronaldo terus memaksanya kembali ke Timor, akan tetapi Ronaldo menolak mentah-mentah. Ia lebih memilih tetap di Indonesia dan bersumpah tidak akan kembali ke Timor sampai Timor kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Namun Joao belum tentu mengikuti prinsipip ayahnya.
***
Film garapan sutradara besar Indonesia, Riri Riza ini mengajak penonton mengintip sejenak peristiwa yang terjadi di daerah perbatan Indonesia. Sebuah ide yang sekata dengan latar belakang pembuatan film Cerita dari Tapal Batas (dokumenter, 2012). Konflik yang dipaparkan kedua film hampir sama, yakni peristiwa-peristiwa yang abai dari pandangan pemerintah di wilayah perbatasan. Sementara di wilayah-wilayah itu terdapat penduduk Indonesia yang meletakkan garuda di dadanya, menjunjung tinggi nasionalisme. Ini seperti cinta bertepuk sebelah tangan, barangkali.
Mengingat Indonesia, mengingat Bali atau Jakarta. Ini citra yang kita dapatkan jika melontarkan pertanyaan soal di mana Indonesia kepada warga asing. Melalui film produksi Miles Film Production ini, kita diajak melihat sisi lain Indonesia, semakin ke Timur dengan pemandangan dan potensi yang tak kalah menariknya dari wilayah lain di Indonesia. Warna timur Indonesia diperkuat dengan musik gubahan salah satu musisi Makassar, Basri Sila.
Sebagai film peraih Official Selection pada 42nd International Film Festival Rotterdam tahun 2012 proses pembuatannya terbilang sederhana. Mira Lesmana menerapkan inovasi baru yang belum banyak dikenal penggiat film Indonesia, yakni sistem crowd founding. Sebagai produser, Mira Lesmana mengajak semua masyarakat dalam dan luar negeri untuk berpartisipasi mendanai pembuatannya.
Film cerita berdurasi 90 menit ini diisi dengan narasi dari ketiga tokoh utama: Joao, Nikia dan Ronaldo yang mengutarakan perasaan dan masalah yang dihadapi masing-masing. Taktik penutupan yang baik untuk film yang mengangkat tema sensitif dan menyangkut kepentingan dua negara merdeka.
0 comments:
Post a Comment